Magister Kesejahteraan Sosial Gelar FGD Participatory Research tentang Dinamika Pekerja Migran Purna

Program Studi Magister Kesejahteraan Sosial mengawali tahun akademik dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Dinamika dan Reintegrasi Pekerja Migran Purna (Returnees) di Yogyakarta”. Kegiatan ini merupakan bagian dari Participatory Action Research (PAR) yang mengedepankan keterlibatan langsung antara dosen, mahasiswa, dan komunitas sasaran. Tema yang diangkat berfokus pada pengalaman dan tantangan buruh migran perempuan setelah kembali ke daerah asal mereka.FGD dilaksanakan di beberapa desa di Kabupaten Kulon Progo yang selama ini dikenal sebagai salah satu kantong pekerja migran di Daerah Istimewa Yogyakarta. Melalui kegiatan ini, dosen dan mahasiswa berusaha menggali dinamika sosial, ekonomi, dan psikologis yang dialami pekerja migran purna dalam proses reintegrasi mereka ke masyarakat. Penelitian partisipatif ini juga dimaksudkan untuk menemukan strategi pemberdayaan yang relevan dengan kebutuhan komunitas lokal.

Koordinator kegiatan, Ibu Rofah, dosen Kesejahteraan Sosial, menegaskan pentingnya riset partisipatif semacam ini. “Kegiatan ini bukan sekadar penelitian akademik, melainkan wadah untuk mendengarkan suara pekerja migran dan mengaitkannya dengan upaya pemberdayaan yang lebih inklusif,” ujarnya. Keterlibatan langsung dosen dan mahasiswa di lapangan diharapkan dapat memperkuat tradisi riset kolaboratif yang berdampak nyata bagi masyarakat.

Dalam kegiatan yang berlangsung dari 20 Agustus hingga 3 September 2025 ini, dua mahasiswa angkatan pertama, Haddat Alwi dan Ravika Sari, ikut serta secara aktif. Mereka terlibat dalam proses pengumpulan data, fasilitasi diskusi kelompok, serta refleksi bersama warga. “Kami belajar banyak tentang realitas pekerja migran purna, khususnya perempuan, yang seringkali menghadapi tantangan ganda saat kembali ke desa,” ungkap Haddat Alwi.

Ravika Sari menambahkan bahwa pengalaman ini memperluas perspektifnya sebagai calon pekerja sosial. “Terjun langsung ke lapangan membuat kami memahami bahwa teori yang dipelajari di kelas menjadi lebih nyata. Kami bisa mendengar langsung cerita para pekerja migran dan keluarganya, serta melihat bagaimana mereka berjuang membangun kehidupan baru setelah kembali,” katanya.Selain berdialog dengan para pekerja migran purna, FGD juga menghadirkan perspektif keluarga, tokoh desa, dan perangkat pemerintah lokal. Hal ini memberi gambaran yang lebih komprehensif mengenai tantangan yang dihadapi returnees, mulai dari persoalan ekonomi, relasi sosial, hingga akses layanan. Hasil awal dari rangkaian FGD ini akan menjadi dasar penelitian lanjutan dalam kerangka PAR, yang diharapkan mampu melahirkan rekomendasi kebijakan lebih berpihak pada pekerja migran purna di Yogyakarta.